Senin, 21 September 2015

Sunan Ampel

SUNAN AMPEL
Sunan Ampel adalah salah seorang wali diantara Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 di Champa. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa, Negeri Cempa ini menurut sebagian ahli sejarah terletak di Muangthai. Dari perkawinan dengan Dewi Candrawulan maka Syekh Ibrahim Asmarakandi mendapat dua orang putera yaitu Sayyid Ali Rahmatullah dan Sayyid Ali Murtadho. Sedangkan adik Dewi Candrawulan yang bernama Dewi Dwarawati diperisteri oleh Prabu Brawijaya Majapahit. Dengan demikian keduanya adalah keponakan Ratu Majapahit dan tergolong putera bangsawan atau pangeran kerajaan. Para pangeran atau bangsawan kerajaan pada waktu itu mendapat gelar Rahadian yang artinya Tuanku, dalam proses selanjutnya sebutan ini cukup dipersingkat dengan Raden. Raja Majapahit sangat senang mendapat isteri dari negeri Cempa yang wajahnya dan kepribadiannya sangat memikat hati. Sehingga  isteri-osteri  yang lainnya diceraikan, banyak yang diberikan kepada para adipatinya yang tersebar di seluruh Nusantara. Salah satu contoh adalah isteri yang bernama Dewi Kian, seorang puteri Cina yang diberikan kepada Adipati Ario Damar di Palembang. Ketika Dewi Kian diceraikan dan diberikan kepada Ario Damar saat itu sedang hamil tiga bulan. Ario Damar menggauli puteri Cina itu sampai si jabang bayi terlahir kedunia. Bayi yang lahir dari Dewi Kian itulah yang nantunya bernama Raden Hasan atau lebih dikenal dengan nama “ Raden Patah “,  salah satu seorang daru murid Sunan Ampel yang menjadi Raja di Demak Bintoro.Kerajaan Majapahit sesudah ditinggal Mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk mengalami kemunduran Drastis. Kerajaan terpecah belah karena terjadinya perang saudara. Dan para adipati banyak yang tidak loyal dengan keturunan Prabu Hayam Wuruk yaitu Prabu Brawijaya Kertabumi. Pajak dan upeti kerajaan tidak ada yang sampai ke istana Majapahit. Lebih sering dinikmati oleh para adipati itu sendiri. Hal ini membuat sang Prabu bersedih hati. Lebih-lebih lagi dengan adanya kebiasaan buruk kaum bangsawan dan para pangeran yang suka berpesta pra dan main judi serta mabuk-mabukan. Prabu Brawijaya sadar betul bila kebiasaan semacam ini diteruskan negara/kerjaan akan menjadi lemah dan jika kerajaan sudah kehilangan kekuasaan betapa mudahnya bagi musuh untuk menghancurkan Majapahit Raya. Ratu Dwarawati, yaitu isteri Prabu Brawijaya mengetahui kerisauan hati suaminya. Dengan memberanikan diri dia mengajukan pendapat kepada suaminya. Saya mempunyai seorang keponakan yang ahli mendidik dalam hal mengatasi kemerosotan budi pekerti, kata Ratu Dwarawati, Betulkah? Tanya sang Prabu . Ya, namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putera dari kanda Dewi Candrawulan di negeri Cempa. Bila kanda berkenan saya akan meminta Ramanda Prabu di Cempa untuk mendatangkan Ali Rahmatullah ke Majapahit ini. Tentu saja aku merasa senang bila Rama Prabu di Cempa Berkenan mengirimkan Sayyid Ali Rahmatullah ini kata Prabu Brawijaya.
Ketanah Jawa
Maka pada suatu ketika diberangkatkanlah utusan dari Majapahit ke negeri Cempa untuk meminta Sayyid Ali Rahmatullah datang ke Majapahit. Kedatangan utusan tersebut disambut gembira oleh Raja Cempa, dan Raja Cempa bersedia mengirim cucunya ke Majapahit untuk meluaskan pengalaman. Keberangkatan Sayyid Ali Rahmatullah  ke tanah Jawa tidak sendirian. Ia ditemani oleh ayah dan kakaknya. Sebagaimana disebutkan diatas, ayah Sayyid Ali Rahmatullah adalah Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi dan kakaknya bernama Sayyid Ali Murtadho. Diduga tidak langsung ke Majapahit, melainkan terlebih dahulu ke Tuban. Di Tuban tepatnya di desa Gesikharjo, Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi jatuh sakit dan meninggak dunia, beliau dimakamkan di desa tersebut yang masih termasuk kecamatan Palang Kabupaten Tuban. Sayyid Murtadho kemudian meneruskan perjalanan, beliau berdakwah keliling daerah Nusa Tenggara, Madura dan sampai ke Bima. Disana beliau mendapat sebutan raja Pandita Bima, dan akhirnya berdakwah di Gresik mendapat sebutan Raden Santri, beliau wafat dan dimakamkan di Gresik, Sayyid Ali Rahmatullah meneruskan perjalanan ke Majapahit menghadap Prabu Brawijaya sesuai permintaan Ratu Dwarawati. Kapal layar yang ditumpanginya mendarat dipelabuhan Canggu. Kedatangannya disambut dengan suka cita oleh Prabu Brawijaya. Ratu Dwarawati bibinya sendiri memeluknya erat-erat seolah-olah sedang memeluk kakak perempuannya yang di negeri Cempa. Karena wajah Sayyid Ali Rahmatullah memang sangat mirip dengan kakak perempuannya. Nanda Rahmatullah, bersediakah engkau memberikan pelajaran atau mendidik kaum bangsawan dan rakyat Majapahit agar mempunyai budi pekerti mulia!! Tanya sang Prabu kepada Sayyid Ali Rahmatullah setelah beristirahat melepas lelah. Dengan sikapnya yang sopan santun tutur kata yang halus Sayyid Ali Rahmatullah menjawab. Dengan senang hati Gusti Prabu, saya akan berusaha sekuat-kuatnya untuk mencurahkan kemampuan saya mendidik mereka. Bagus! Sahut sang Prabu. “Bila demikian kau akan kuberi hadiah sebidang tanah berikut bangunannya di Surabaya. Disanalah kau akan mendidik para bangsawan dan pangeran Majapahit agar berbudi pekerti mulia.”. “Terima kasih saya haturkan Gusti Prabu”, Jawab Sayyid Ali Rahmatullah. Disebutkan dalam literatur bahwa selanjutnya Sayyid Ali Rahmatullah menetap beberapa hari di istana Majapahit dan dijodohkan dengan salah satu puteri Majapahit yang bernama Dewi Candrowati atau Nyai Ageng Manila. Dengan demikian Sayyid Ali Rahmtullah adalah salah seorang Pangeran Majapahit, karena dia adalah menantu Raja Majapahit. Semenjak Sayyid Ali Rahmatullah diambil menantu Raja Brawijaya maka beliau adalah anggota keluarga kerajaan Majapahit atau salah seorang pangeran, para pangeran pada jaman dahulu ditandai dengan nama depan Rahadian atau Raden yang berati Tuanku. Selanjutnya beliau lebih dikenal dengan sebutan Raden Rahmat.
Ampeldenta
Selanjutnya, pada hari yang telah ditentukan berangkatlah rombongan Raden Rahmat ke sebuah daerah di Surabaya yang kemudian disebut dengan Ampeldenta. Rombongan itu melalui desa Krian, Wonokromo terus memasuki Kembangkuning. Selama dalam perjalanan beliau juga berdakwah kepada penduduk setempat yang dilaluinya. Dakwah yang pertama kali dilakukannya cukup unik. Beliau membuat kerajinan berbentuk kipas yang terbuat dari akar tumbuh-tumbuhan tertentu dan anyaman rotan. Kipas-kipas ini dibagikan kepada penduduk setempat secara gratis. Para penduduk hanya cukup menukarkannya dengan kalimah syahadat. Penduduk yang menerima kipas itu merasa sangat senang. Terlebih setelah mereka mengetahui kipas itu bukan sembarang kipas, akar yang dianyam bersama rotan itu ternyata berdaya penyembuh bagi mereka yang terkena penyakit batuk dan demam. Dengan cara itu semakin banyak orang yang berdatangan kepada Raden Rahmat. Pada saat demikianlah ia memperkenalkan keindahan agama Islam sesuai tingkat pemahaman mereka. Cara itu terus dilakukan sehingga rombongan memasuki desa kembang kuning. Pada saat itu kawasan desa kembang kuning belum seluas sekarang ini. Disana sini masih banyak hutan dan digenangi air atau rawa-rawa. Dengan karomahnya Raden Rahmat bersama rombongan membuka hutan dan mendirikan tempat sembahyang sederhana atau langgar. Tempat sembahyang itu sekarang dirubah menjadi mesjid yang cukup besar dan bagus dinamakan sesuai dengan nama Raden Rahmat yaitu Mesjid Rahmat Kembang Kuning.

Ditempat itu pula Raden Rahmat bertemu dan berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning. Kedua tokoh masyarakat itu bersama keluarganya masuk Islam dan menjadi pengikut Raden Rahmat. Dengan adanya kedua tokoh masyarakat itu maka semakin mudah bagi Raden Rahmat untuk mengadakan pendekatan kepada masyarakat sekitarnya. Terutama kepada masyarakat yang masih memegang teguh adat kepercayaan lama. Beliau tidak langsung melarang mereka, melainkan memberikan pengertian sedikit demi sedikit tentang pentingnya ajaran ketauhidan. Jika mereka sudah mengenal tauhid atau keimanan kepada Tuhan Pencipta Alam, maka secara otomatis mereka akan meninggalkan sendiri kepecayaan lama yang bertentangan dengan ajaran Islam. Setelah sampai ditempat tujuan, pertama kali yang dilakukannya adalah membangun mesjid sebagai pusat kegiatan ibadah. Ini meneladani apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW saat pertama kali sampai di Madinah. Dan karena menetap di desa Ampeldenta, menjadi penguasa daerah tersebut maka kemudian beliau dikenal sebagai Sunan Ampel. Sunan berasal dari kata Susuhunan yang artinya yang dijunjung tinggi atau panutan masyarakat setempat. Ada juga yang mengatakan Sunan berasal dari kata Suhu Nan artinya Guru Besar atau orang yang berilmu tinggi. Selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat mendidik putra bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau datang berguru kepada beliau.
KISAH MBAH SOLEH MURID SUNAN AMPEL
Sebuah keajaiban yang tak ada duanya, ada seorang manusia di kubur hingga sembilan kali. Ini bukan cerita buatan melainkan ada buktinya. Disebelah timur Masjid Agung Sunan Ampel ada sembilan kuburan,itu bukan kuburan sembilan orang tapi hanya kuburan seorang yaitu murid Sunan Ampel yang bernama Mbah Soleh. Kisahnya demikian, Mbah Soleh adalah tukang sapu masjid Ampel dimasa hidupnya Sunan Ampel. Apabila menyapu lantai masjid sangatlah bersih sekali, sehingga orang yang sujud di masjid tanpa sajadah tidak merasa ada debunya. Ketika mbah soleh wafat beliau di kubur di depan masjid. Ternyata tidak ada santri yang sanggup mengerjakan pekerjaan mbah saleh yaitu menyapu lantai masjid dengan bersih sekali. Maka sejak di tinggal mbah saleh masjid itupun lantainya menjadi kotor. Kemudian terucaplah kata-kata sunan Ampel,”
Bila mbah soleh masih hidup tentulah masjid ini menjadi bersih lagi". Mendadak Mbah soleh ada di pengimaman masjid sedang menyapu lantai, seluruh lantai pun menjadi bersih lagi. Orang-orang pada heran melihat mbah saleh hidup lagi. Beberapa lama kemudian mbah saleh wafat lagi dan di kubur di samping kuburannya dahulu. Masjid menjadi kotor lagi, lalu terucaplah kata-kata sunan ampel seperti dulu, "andai saja mbah Saleh masih hidup". Subhanallah, mbah saleh pun hidup lagi. Hal ini berlangsung beberapa kali hingga kuburannya berjumlah delapan. Pada saat hidup untuk kesembilan kalinya, giliran sunan Ampel yang meninggal dunia. Beberapa bulan kemudian mbah saleh meninggal dunia sehingga kuburan mbah saleh ada sembilan, kuburan yang terakhir di ujung paling timur. Jika anda sempat berziarah ke makam sunan ampel jangan lupa untuk berdo’ah di depan mbah saleh.
KISAH MBAH SONHAJI MURID SUNAN AMPEL
Mbah sonhaji sering di sebut mbah bolong. Ini bukan gelar kosong atau sekedar sebuah olok-olokan. Beliau salah seorang murid sunan ampel yang juga mempunyai karomah luar biasa. Kisahnya demikian, pada waktu pembangunan masjid agung sunan Ampel, Sonhajilah yang di tugasi mengatur letak pengimamanya. Sonhaji bekerja dengan tekun dan penuh perhitungan jangan sampai letak pengimaman itu tidak menghadap ke arah kiblat. Tapi setelah bangunan itu jadi banyak orang yang meragukannya. “Apa betul letak pengimaman masjid ini menghadap kiblat?" demikian tanya orang yang meragukan pekerjaan Sonhaji. Beliau tidak marah atas semua perlakuan orang yg merendahkannya. Sonhaji tidak menjawab melainkan melubangi dinding pengimaman sebelah barat lalu berkata. "Lihatlah ke dalam lubang ini, kalian akan tahu apakah pengimaman ini sudah menghadap kiblat atau belum ?" orang-orang itu pun segera melihat ke dalam lubang yang di buat sonhaji, Subhanallah, ternyata di dalam lubang itu mereka dapat melihat ka’bah yang ada di Mekkah. Orang-orang pun mulai kagum. Sejak itu mereka tidak berani menganggap remeh pada sonhaji dan sonhaji kemudian mendapat julukan Mbah bolong. Makam mbah sonhaji atau mbah bolong ini terletak di muka masjid agung sunan ampel.

Sumber: 
http://kisah-kisahwalisongo.blogspot.co.id/2012/01/sunan-ampel.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar